Keluarga adalah tempat berkumpulnya sekumpulan individu yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anaknya. Keluarga juga merupakan tempat berlindung dari setiap individu dan di sana mereka dapat menumpahkan segala cinta dan kasih sayang sehingga dapat tercipta suasana hidup yang damai dan bahagia. Setiap orang tentunya selalu berharap agar kehidupannya menjadi damai, sejahtera, sehat dan diberi kelimpahan rezeki dari Sang Pencipta. Itulah yang dinamakan dengan keluarga harmonis, yang jauh dari segala masalah, bahaya, saling menghargai dan mencintai tanpa mengharap balasan apa pun. Setiap ibu di dunia ini pasti rela untuk melahirkan, merawat dan membesarkan anaknya, tanpa pemikiran minta balas jasa saat anaknya beranjak dewasa nanti. Seorang ayah pun rela dengan segala daya dan upaya memeras keringatnya demi memenuhi segala kebutuhan anak-anaknya, tanpa berharap mendapat balasan di suatu hari nanti. Jika keluarga dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang yang abadi, pastinya mereka dapat membangun sebuah keluarga sejati yang harmonis.
Namun kisah ini mungkin akan menyadarkan kepada kita bahwa setiap
manusia tidak pernah terhindar dari permasalahan hidup. Ibu Warni adalah
seorang wanita mandiri, ia selalu berusaha mewujudkan apa pun asalkan
membuat keluarganya bahagia. Ia bekerja sebagai penjahit baju dengan
memiliki dua karyawan. Sedangkan suaminya juga berwiraswasta dengan
membuka sebuah optik kecil yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Dalam
kehidupan sehari-hari, keduanya saling menyayangi dan menghargai satu
sama lain. Mereka juga memiliki dua orang anak laki-laki, anak pertama
sudah duduk di bangku SMU kelas 2 dan adiknya masih berada di bangku SD
kelas 5. Keributan kecil sering terjadi diantara mereka, entah karena
kesalahpahaman atau pun berebut suatu hal yang sepele. Namun
beruntunglah mereka karena memiliki seorang ibu yang baik, pengertian
dan selalu mencurahkan kasih sayang sehingga apa pun yang mereka
inginkan selalu terpenuhi.
Mungkin karena terbiasa dimanja, anaknya yang sulung selalu saja memaksa
orang tuanya untuk memenuhi segala apa yang ia inginkan. Menurut
penuturan ibu Warni, anak sulungnya terkadang tidak memiliki rasa iba
kepada orang tuanya bila menginginkan sesuatu. Saat itu anaknya meminta
sebuah sepeda motor baru karena terpengaruh oleh teman-teman sekolahnya
yang juga memiliki sepeda motor baru. Namun pada saat itu, ibu Warni
tidak dapat mengabulkannya lantaran akhir-akhir ini usahanya sepi,
jarang ada orang yang menjahitkan baju. Namun anak sulungnya tetap saja
ngotot tanpa mau menerima alasan ibunya. Penghasilan ayahnya pun tidak
banyak, tidak mungkin cukup untuk membeli sebuah sepeda motor. Mereka
tidak berani untuk membeli secara kredit karena cicilan motor yang
sebelumnya saja belum selesai, sehingga keinginan putra sulungnya
tersebut benar-benar ditolak oleh ibu Warni.
Akhirnya, anak sulung tersebut pergi dari rumah sebagai ungkapan kesal
kepada orang tuanya. Dia tidak pernah berangkat ke sekolah, hingga pihak
sekolah mendatangi rumahnya untuk menanyakan keadaan putra sulungnya.
Sebagai seorang ibu, tentunya bu Warni sangat khawatir karena di usia
yang masih muda itu, putranya masih berpikiran labil dan dapat berbuat
apa saja tanpa memikirkan akibat jangka panjangnya. Begitu pula dengan
perasaan geram sang suami yang lebih memiliki sifat keras dan kejam jika
ada sesuatu yang mengusiknya, sekali pun oleh anggota keluarganya
sendiri. Suaminya bahkan mengancam apabila anak sulungnya kembali ke
rumah, ia akan menyakiti bahkan membunuhnya karena dianggapnya telah
mencoreng nama baik keluarga yang telah ia bina bertahun-tahun lamanya.
Dengan ide yang ada di benaknya sendiri, akhirnya bu Warni berniat untuk
menumpahkan segala masalahnya ini ke Bioenergi agar mendapat jalan yang
terbaik atas permasalahan berat yang menimpanya ini. Dia memang belum
pernah merasakan manfaat Bioenergi, karena hal itu hanya ia ketahui dari
pelanggannya yang kebetulan pernah mengalami masalah yang sama.
Akhirnya suatu ketika bu Warni mendatangi Bioenergi dan pada saat itu
dia langsung berbicara kepada saya akan kegundahannya. Ia tidak bisa
lagi berpikir jernih, yang ada di benaknya hanyalah ingin menyelesaikan
masalah keluarga ini dengan cara baik-baik tanpa ada kekerasan.
Ketakutannya saat itu hanyalah ancaman dari suaminya yang ingin
menyakiti putra sulungnya saat kembali ke rumah.
Sedikit demi sedikit saya menyadarkan ibu Warni dengan beberapa nasihat
agar dia memadamkan ketakutannya sehingga dapat bertindak dengan hati
dan pikiran yang jernih. Dari hati ke hati, saya mencoba memberikan
suatu pencerahan batin melalui Bioenergi. Bioenergi adalah suatu daya
kreatif yang diciptakan oleh Tuhan untuk kebaikan seluruh makhluk hidup
yang ada di alam semesta ini. Ia mengalir dalam jiwa manusia dan bila
kita dapat memanfaatkannya dengan cara yang tepat, kecerdasan ini akan
mengubah kehidupan kita menjadi seperti apa yang kita inginkan. Kita
adalah makhluk Tuhan yang berakal sehingga bukan hal yang sulit untuk
menghadirkan kecerdasannya dalam kehidupan kita. Kita juga harus
berpikir secara cerdas agar kelimpahan tersebut berguna bagi diri kita
sendiri dan orang lain. Janganlah takut terhadap hal buruk yang akan
terjadi, kecuali Tuhan yang menginginkan. Seandainya ada orang yang
mengancam kita, jangan mudah berkecil hati karena apa yang dia mau,
belum tentu Tuhan akan mengizinkan karena kita tahu bahwa Tuhan adalah
sumber penguasa semesta.
Intinya, kita harus tetap berpegang teguh terhadap prinsip diri sendiri
apabila memang bernilai positif. Jadi, hal utama yang harus kita lakukan
saat menghadapi masalah adalah mulai berpikir positif dan jauhkanlah
segala pikiran negatif dari dalam diri kita. Hilangkan segala rasa
takut, marah, kecewa, sedih, tak berdaya atau pun lemah dalam berpikir.
Mulai sekarang ciptakan suasana nyaman, aman, ceria, bahagia, harmonis
dan berbagai hal menyenangkan lainnya yang dapat memotivasi kita menuju
kebahagiaan sejati. Yakinlah bahwa Tuhan akan memberikan segala kebaikan
dalam hidup kita, entah itu harta, kesehatan maupun cinta dalam
keluarga. Pada saat itu bu Warni terlihat lemah dan bahkan meneteskan
air matanya, tanda bahwa masalah tersebut menjadi beban berat dalam
hidupnya. Namun lambat laun ia mulai menyadari bahwa apa yang saya
katakan tadi memang benar. Bu Warni berjanji akan lebih memahami dan
memanfaatkan kecerdasan Bioenergi agar ia mendapatkan pencerahan batin
dan pikiran dalam hidupnya.
”Dengan Kuasa dan Kehendakmu Ya Tuhan, melalui Kecerdasan Bioenergi ini,
saya menginginkan agar keluarga ini kembali utuh sepeti sedia kala.
Semoga segala permasalahan hidup dan kesulitan ini dapat segera berakhir
melalui kasih-Mu yang Agung. Saya ingin melepaskan segala rasa gundah,
takut, kecewa atau pun marah dengan menghadirkan segala niat, keyakinan,
kepasrahan saya agar kehidupan keluarga ini semakin berarti. Melalui
Daya Kecerdasan Bioenergi ini pula, saya menghendaki agar keluarga ini
diberi pencerahan dan jalinan kasih sayang yang semakin kuat agar kami
dapat mencapai kebahagiaan hidup yang dipenuhi dengan kelimpahan,
kesehatan dan cinta.”
Doa itulah yang terus diucapkan setiap saat oleh bu Warni setelah
beranjak dari Bioenergi. Semenjak itu, hari demi hari ia lalui dengan
perasaan hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih. Bu Warni
semakin menyadari kebesaran Tuhan melalui kecerdasan Bioenergi yang kini
telah ia manfaatkan dalam kehidupannya. Sungguh suatu hal yang luar
biasa karena beberapa hari setelah itu, anak sulungnya kembali dengan
wajah menyesal dan berkali-kali meminta maaf kepada orang tuanya agar
diberi pengampunan. Peristiwa ini sangatlah mengharukan, terlebih pada
saat suaminya dapat meredam emosi kala itu dengan memeluk erat putranya.
Tentu ini sangat bertolak belakang dengan ancaman sebelumnya, disaat bu
Warni belum menghadirkan Bioenergi di kehidupannya. Hal yang lebih
membahagiakan adalah usaha jahitnya semakin laris, begitu pula usaha
optik milik suaminya. Putra sulungnya juga semakin rendah hati, semakin
bisa menjaga sikap dan bahkan semakin patuh terhadap perintah kedua
orang tuanya. Hidup mereka semakin berkelimpahan dan dipenuhi dengan
kasih sayang. Setelah enam bulan berlalu, bu warni dan suaminya
mengabulkan permintaan putra sulungnya yaitu membelikan sebuah motor
baru tanpa kredit. Mereka mendapatkan anugerah yang luar biasa, bahkan
mampu merasakan hidup di dalam sebuah keluarga yang harmonis. Berita
membahagiakan ini saya dengar dari kesaksian bu Warni sendiri saat
menghadiri temu alumni Bioenergi di Yogyakarta satu tahun setelahnya.
Ternyata Bioenergi bukan hanya membawa berkah dalam kehidupan, namun
mendorong individu untuk lebih menebarkan banyak cinta dan kasih sayang
terhadap sesama.
Jika Anda ingin menciptakan keluarga yang harmonis seperti pengalaman
Ibu Warni, Segera Konsultasikan ke Syaiful M. Maghsri. Hotline: 0818278880, 085327271999, Office (0274) 412446.
Pengalaman Ibu Warni Hidayah dari Semarang (43 tahun)