Setiap manusia pastinya memiliki cita-cita yang digunakan sebagai motivator bagi hidupnya dalam meraih masa depan yang cerah. Namun tidak jarang apabila kesuksesan yang telah kita raih pada saat tertentu ternyata berbeda dari cita-cita kita semasa kecil. Dengan membuat gambaran cita-cita masa depan, kita akan terdorong berjuang sekuat tenaga untuk menggapai apa yang kita harapkan tersebut. Namun disaat kedewasaan telah hadir dalam jiwa, kita akan semakin mengerti dan menyadari bahwa cita-cita awal tidak selalu dapat kita wujudkan di masa depan. Cita-cita tersebut hanya sebagai sarana menuju kesuksesan akhir yang penuh dengan tantangan dan cobaan hidup yang harus kita lewati.
Sebuah cita-cita mulia datang dari pemikiran Titik sewaktu masih kecil; ia bercita-cita menjadi dokter agar dapat menyembuhkan semua orang yang sakit. Kakak dan orang tuanya mendukung karena memang keinginan tersebut dapat dijadikan dasar perjuangan hidupnya kala itu; hal yang sebenarnya jarang dilakukan oleh seorang anak bungsu yang biasa cenderung manja dan malas untuk berusaha. Namun Titik berbeda dari anak yang lainnya. Sejak kecil, ia tergolong sebagai anak yang memiliki tanggung jawab penuh atas prestasi pendidikannya. Orang tuanya tidak pernah merasakan takut atau khawatir atas nilainya di sekolah karena peringkat pertama di sekolah jarang absen dari kehidupannya. Titik memang sering disebut ”kutu buku” oleh beberapa saudaranya karena memang waktu dalam kesehariannya hanya dia habiskan untuk belajar, membaca buku di kamar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Selebihnya, ia hanya makan, mandi dan tidur untuk melepas lelahnya dari berbagai aktivitas tersebut.
Ketika lulus SMU, hasil nilai ujiannya memberikan jalan baginya untuk masuk gratis di Universitas Gadjah Mada jurusan Kedokteran. Pada saat itu, ia mampu mengalahkan ribuan pesaing unggul yang memperebutkan kuliah gratis di universitas itu. Tidak henti-hentinya ia mengucap syukur karena anugerah indah itu tidak pernah terlintas di dalam benaknya. Ia merasa sangat beruntung karena dapat kuliah di universitas favoritnya dengan jurusan yang ia inginkan juga. Setiap manusia pasti memiliki sisi buruk dalam kehidupannya, begitu pun Via. Kepandaian yang ia miliki jarang ia gunakan untuk beramal kepada orang lain. Kepada Via, Tuhan memang telah menganugerahkan kepandaian yang lebih jika dibandingkan dengan orang lain. Namun di sisi lain, ia memiliki kekurangan yang menjauhkannya dari hubungan sosial dengan teman-teman kuliahnya, yaitu sifat egois. Sangat jarang ia berbagi ilmu dengan yang lain dan tidak pernah ringan tangan ketika diminta temannya untuk menjelaskan sebagian ilmu yang dirasa sulit. Selain itu, ia tidak pernah mengerjakan tugas dengan cara berkelompok karena Titik selalu ingin menyelesaikan tugas kuliah dengan pemikiran dan usaha sendiri. Pada saat itu, Titik sangat yakin bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas apa pun dan menganggap orang lain memiliki kemampuan yang lebih rendah dari dirinya. Rasa egois dan tinggi hati tersebut pada akhirnya telah menjauhkan dirinya dari teman-teman di kampusnya.
Telah berkali-kali orang tuanya menasihatinya agar dapat mengubah sifatnya tersebut karena sangat tidak baik apabila ia menjauhkan diri dari kehidupan sosial. Namun hal itu sama sekali tidak mengubah sifat Titik yang semakin hari justru semakin aneh. Ia memang selalu memiliki nilai baik dalam teori, namun dalam praktik, nilainya tidak terlalu memuaskan karena Titik tidak pernah bisa bekerja sama dengan teman-teman di sekitarnya. Karena keadaan tersebut semakin mengkhawatirkan, akhirnya kedua orang tuanya membawanya ke Bioenergi Center agar Titik mendapatkan pencerahan batin sehingga dapat memperbaiki sifatnya yang kurang baik.
Pada saat saya melihat Titik, ia terlihat tidak berbeda dengan individu yang lain, yang berbeda hanyalah prinsip hidup serta keyakinan yang kurang tepat. Ia memang anak yang pandai sehingga dalam dirinya terpendam rasa percaya diri yang kuat namun tidak pernah mau berbagi dengan orang lain. Akhirnya sedikit demi sedikit, saya memberikan pengarahan serta pengertian yang dapat membantunya untuk memahami makna hidup yang sesungguhnya. Dalam kehidupan di alam semesta, seorang individu tentunya tidak akan terlepas dengan individu yang lainnya. Manusia saling membutuhkan dan tidak mungkin bertahan hidup sendiri tanpa bantuan orang lain; inilah yang dimaksud dengan makhluk sosial. Sekalipun kita memiliki kekuatan dan keyakinan yang teguh, namun semua itu tidak akan berjalan dengan harmonis dan seimbang apabila tidak disertai dengan hubungan yang baik terhadap sesama. Apabila seseorang memiliki jalinan persaudaraan yang kuat dengan sesama, ia dapat mengembangkan segala potensi yang ada di dalam dirinya. Tentu dalam hal ini bukan hanya wawasan dari ilmu tertentu, namun juga pengalaman hidup berharga yang tidak akan dapat kita beli, kita cari atau pun kita dapatkan dari membaca buku atau sumber ilmu lain yang lebih dahulu harus kita pelajari dengan cermat.
Mendengar penyataan saya, sepertinya Titik mulai menyadari dan merenungkan segala tindakan dan pemikirannya yang salah selama ini. Akhirnya secara perlahan ia mulai berani berbicara dan menyatakan sedikit alasan yang mungkin memang rasional hingga terwujud pemikiran tersebut di benaknya. Ia mengaku bahwa pengalaman masa kecilnya telah membentuknya menjadi seorang individu yang egois dan tidak mau berbagi dengan orang lain seperti yang terlihat saat itu. Sewaktu masih duduk di bangku SD, kebanyakan anak masih berpikir labil dan hanya mengutamakan kesenangan pribadi. Sering ia meminjam barang milik temannya, namun yang dirasakannya hanyalah sakit hati karena tidak pernah dipinjami. Bahkan, barang itu selalu disembunyikan agar Titik tidak dapat meminjamnya lagi. Peristiwa itu terjadi berulang kali sehingga dalam benaknya terbentuk suatu pemikiran yang sama hingga ia dewasa, yaitu menciptakan kepuasan hanya untuk dirinya sendiri. Hal itulah yang membuatnya kini menjadi egois, bahkan sama sekali tidak peka terhadap kehidupan di lingkungan sekitarnya.
Mendengar alasan itu, saya mencoba memberikan pengertian kembali kepadanya. Dalam Bioenergi, kita dilatih untuk menciptakan sebuah pemikiran yang positif dan meninggalkan segala hal yang negatif. Ciptakan pemikiran akan kebahagiaan, kerja sama, berteman dengan banyak orang, membantu orang lain serta menciptakan keharmonisan hidup. Disamping itu, kita juga harus mengimbanginya dengan melenyapkan segala pemikiran negatif, seperti berbohong, egois, acuh dengan lingkungan, kecewa, sakit hati, dsb. Andai kita menanamkan hal tersebut mulai dini, tidak diragukan lagi bahwa dalam hidup ini kita dapat mencapai segala hal yang kita inginkan, tentu bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri, namun untuk kebaikan sesama dan semesta. Apabila orang berbuat jahat kepada kita, balaslah dengan kebaikan. Apabila orang melemparkan cacian kepada kita, balaslah dengan senyuman. Apabila orang acuh terhadap kita, balaslah dengan memberikan perhatian yang lebih kepadanya. Pada intinya, jika kita dapat mengalirkan kecerdasan Bioenergi dalam kehidupan kita, semua keburukan akan berubah menjadi kebaikan. Sebuah buku yang saya tulis sendiri dengan judul ”PENCERAHAN” saya berikan kepadanya pada saat itu juga. Buku ini saya berikan agar dia lebih memahami pesan hidup yang tertulis didalamnya dan segera mengaplikasikan segala kebaikan di dalam hidupnya
Semenjak itu, Titik mulai mengubah kebiasaannya hidupnya menjadi sesuatu yang lebih baik dan bermakna. Ia menjadi sosok yang baik dan ramah. Sempat teman-teman kampusnya sedikit heran, namun pada dasarnya mereka tetap senang akan perubahan Titik yang lambat laun menjadi semakin baik. Sejak ia mempelajari buku yang saya berikan disertai dengan doa sebagai penguatnya, ia mempunyai lebih banyak relasi dalam kehidupan sosialnya. Ia juga semakin aktif dalam kelompok belajarnya sehingga dapat bertukar pikiran dengan temannya dan memudahkan penyelesaian segala tugas yang diberikan oleh dosennya. Ia menjadi orang yang lebih peka terhadap lingkungan, bahkan perasaan iba juga mulai muncul terhadap para fakir miskin yang ada di sekitarnya; hal yang sebelumnya tidak pernah terbersit di benaknya. Karena sangat aktif bersosialisasi, akhirnya Titik diangkat menjadi ketua salah satu UKM yang ada di kampusnya. Ia juga merupakan individu yang menggerakkan segala aksi sosial untuk membantu mereka yang terkena musibah dan bencana alam. Proses belajarnya di Kedokteran UGM juga semakin lancar sehingga ia dapat menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan teman-temannya. Prestasinya bukan hanya sampai di situ karena semenjak itu, ia mulai meniti karir sebagai dokter di beberapa rumah sakit ternama di Yogyakarta.
Dua tahun setelah itu, ia menikah dengan laki-laki pujaan hatinya yang berlatar belakang pertambangan hingga akhirnya mereka sukses membangun biduk rumah tangga. Penghasilan keduanya sangat menjanjikan sehingga pada akhirnya Titik mampu membuka praktek dokter pribadi di rumahnya. Berbagai kelimpahan lainnya juga ia dapatkan sejak beranjak dari kantor Bioenergi. Hal yang membahagiakan ini diceritakan oleh Titik dan suaminya yang kebetulan setelah dua tahun menikah, mereka kembali mengunjungi Bioenergi untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program QUANTUM. Kini Titik sadar bahwa usaha dan doa yang tulus akan mewujudkan kebaikan dan manfaat yang berlimpah, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Ia juga yakin bahwa kecerdasan Bioenergi akan membantu setiap orang untuk berpikir secara positif, hingga mengarahkannya untuk mencapai segala hasrat dan harapan yang dapat mewujudkan kehidupan bahagia dan harmonis di suatu saat nanti.
Jika Anda menyembuhkan penyakit dan meningkatkan karier seperti pengalaman Ibu Titik, Segera Konsultasikan ke Syaiful M. Maghsri. Hotline: 0818278880, 085327271999, Office (0274)412446.
Pengalaman Titik Puji Lestari dari Klaten (29 tahun)
Anda Sedang Menghadapi Berbagai Masalah? Ingin Segera Mendapatkan Solusinya? Pastikan Hubungi dan Konsultasikan Masalah Anda ke Syaiful M. Maghsri agar Anda tahu cara mengatasi masalah dengan cepat. Hotline: 0818278880, 085327271999, Office (0274)412446.
Salam Sehat & Sukses Selalu