Selasa, 05 Maret 2013

Terapi Fobia dengan Berjalan di Atas Api

berjalan di atas apiBerjalan di atas api memang tampak menakutkan (dan memang berbahaya kalau tidak mengetahui triknya), namun kengerian itu bisa dimanipulasi dengan mengubah persepsi otak terhadap api. Dengan membuat kondisi yang meriah, fun, ramai, maka perhatian otak teralihkan dari kengerian terhadap api menjadi rasa penasaran dan keberanian untuk mencoba. Cara yang mudah untuk meyakinkan peserta untuk mencoba berjalan di atas api adalah dengan pemberian contoh oleh instruktur maupun orang-orang yang dengan gembira mencoba berjalan di atas api. Teknik ‘model’ ini terbukti sukses membuat seorang yang penakut menjadi orang yang berani.

Dengan meniru seorang model maka seseorang bisa berpotensi untuk mencapai prestasi seperti sang model. Anthony Robbins pernah melatih sekelompok tentara yang sulit menembak secara jitu menjadi para penembak jitu dalam waktu yang singkat. Caranya adalah, beberapa tentara penembak jitu dijadikan model oleh Robbins untuk dipelajari cara bersikap memegang senapan, berdiri, dan apa yang dipikirkan saat akan menembak. Semua trik dari si model ditiru dan diajarkan kepada tentara lain yang masih gagal menembak jitu. Setelah mereka dilatih berdasar sikap dan pikiran si model, ternyata prestasi para tentara tersebut dalam menembak jitu meningkat drastis.

Teknik model ini juga digunakan psikolog Albert Bandura untuk terapi fobia ular. Seorang aktor yang tidak takut ular pura-pura ketakutan melihat ular, kemudian berusaha menenangkan diri, hingga akhirnya mampu menyentuh dan kemudian memegang ular. Adegan ini dipertontonkan kepada kepada seorang yang fobia ular. Ajaib, orang tersebut kemudian menjadi berani memegang ular. hal ini dijelaskan Bandura bahwa dengan memasukkan citra baru (visualisasi) tentang seorang yang berani memegang ular, citra tersebut akan mengubah persepsi penderita fobia terhadap ular. Kalau orang lain bisa tentunya dia juga bisa dong, begitu kira-kira persepsi baru yang ditanamkan ke dalam pikiran pasien.

Kembali ke Fire Walking tadi, ada dua hal menarik yang bisa dicapai dengan simulasi tersebut.

  • Pertama, peserta menjadi tahu bahwa ketakutan terhadap tantangan untuk berjalan di atas api lebih banyak disebabkan oleh persepsi di pikiran kita. Kenyataannya berjalan di atas api tidak semenakutkan dan tidak berbahaya seperti yang disangka. Apalagi dengan diberi contoh oleh instruktur maupun peserta yang sudah menjalani, maka persepsi bahwa kita juga bisa menjadi semakin kuat. Persepsi itu kemudian dikukuhkan dengan dia sendiri berhasil melewati tantangan berjalan di atas api. Hasilnya adalah peningkatan luar biasa rasa percaya diri peserta. Jadi bisa disimpulkan : sesuatu yang menakutkan seringkali tidak semenakutkan yang tampak. Jalani saja maka Anda akan dapatkan hal yang menakutkan itu tidak terlalu menakutkan.

  • Kedua, kita menjadi sadar bahwa cara terbaik melalui kesulitan adalah dengan terus bergerak! Berjalan di atas api akan sangat aman bila kita terus berjalan. Kalau berhenti maka panas bara api akan menyengat kaki. Terus berjalan, maka Anda aman. Demikian pula dalam menghadapi kesulitan hidup, strategi terbaik adalah terus menjalaninya hingga akhirnya masalah terselesaikan. Berhenti diam berakibat justru celaka. Jadi, jangan berhenti, teruslah berjalan, jalanilah dengan sabar!


Pikiran manusia akan sangat potensial untuk merealisasikan segala yang diimpikan manusia. Pikiran adalah pusat bermacam informasi dan digunakan untuk belajar dan sebagai sumber kekuatan. Bila suatu impian sudah melekat dalam pikiran, maka muncullah kekuatan yang luar biasa untuk mencoba segala kemungkinan dan keteguhan hati dalam menghadapi berbagai bentuk tantangan.

Keberhasilan para peserta Fire Walk melewati bara api yang panas saya kira sangat dipengaruhi oleh pikiran mereka. Susan L. Taylor menyimpulkan tentang kedahsyatan kekuatan pikiran untuk mewujudkan segala keinginan manusia. “Pikiran adalah energi. Dan Anda dapat membuat atau menghancurkan dunia dengan berpikir,” katanya. Itu berarti kemungkinan besar Anda pun bisa mewujudkan segala yang Anda impikan dan memikirkan cara-cara yang paling benar, cepat, tepat dan efisien untuk mewujudkan impian tersebut.

Impian maupun pikiran manusia memang berperan sangat penting dan potensial. Tetapi saya ingin menegaskan bahwa seberapa besar kemungkinan manusia berhasil mewujudkan apa yang ia impikan dan pikirkan juga sangat tergantung pada seberapa besar upaya manusia itu sendiri. Tidak akan pernah ada kemungkinan sebuah impian dapat terwujud tanpa upaya yang nyata.

Setiap upaya yang sungguh-sungguh akan memerlukan energi. Kita dapat membangkitkan seluruh energi yang ada di dalam diri kita dengan berpikir dan berasumsi positif saja. Bergaul dengan orang-orang yang positif dan optimis serta pekerja keras akan membentuk pola pemikiran yang positif. Sementara itu, kita juga harus mempunyai kemauan untuk melatih diri membendung segala masukan yang bersifat negatif.

Energi kita juga akan bangkit bila kita sanggup melakukan perubahan yang konstruktif. Menurut Heraclitus, “There is nothing permanent except change. – Tidak ada yang permanen di dunia ini kecuali perubahan.” Maka mulailah menciptakan perubahan secara perlahan tetapi pasti, misalnya dengan mencoba hal-hal yang baru atau belajar dan melakukan hal-hal yang lebih berarti. Dengan demikian, energi kita akan meningkat untuk berkreasi dan bertindak kreatif memperbesar kemungkinan impian segera terwujud.

Kekuatan keimanan merupakan satu hal yang paling mendasar dan potensial untuk menjadikan segalanya adalah mungkin. Kekuatan keimanan sangat memungkinkan kita berhasil membangun kesuksesan. Karena kita memiliki faktor-faktor kondusif di antaranya kemampuan untuk senantiasa bersyukur, berbesar hati, bersemangat kerja dan optimis. Seseorang yang mempunyai kekuatan keimanan mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk sukses. Sebab kekuatan keimanan yang ia miliki menjadikan dirinya mampu berpikir dan bertindak positif dan kreatif.

 

 

SHARE THIS
PelatihanSolusiBioenergi